“PUJIAN” BA’DA ADZANAL MU’ADZIN
Oleh:
IMAM
FARIH
قال
رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ
جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ
مَسْأَلَتِهِ
(صحيح البخاري)
A. Pengertian Pujian
Pujian bersal dari akar kata puji, kemudian
diberi akhiran “an” yang artinya : pengakuan dan penghargaan dengan tulus atas
kebaikan/ keunggulan sesuatu. Yang dimaksud dengan pujian di sini ialah
serangkaian kata baik yang berbahasa Arab atau berbahasa Daerah yang berbentuk
sya’ir berupa kalimat-kalimat yang isinya
memuji Allah SWT, berdzikir, do’a, shalawat, seruan atau nasehat yang
dibaca pada saat di antara adzan dan iqamat.
Istilah pujian TERINSPIRASI dari hadits Nabi saw
sbb: bahwa ada seorang laki2 datang
lalu memasuki shaf dengan nafas besar seraya mengucapkan: ALHAMDULILAAHI HAMDAN
KATSIRAN THAYYIBAN MUBARAKAN FIIHI ( Segala puji bagi ALLAH dengan puji yang
tak terhingga, yang baik dan penuh berkah ) Setelah Rasulullah saw selesai sholat
beliau bertanya: Mana orang yangmengucapkan kalimat tadi, Orang2 tidak
menjawab, Rasulullah saw bertanya lagi: Mana orang yang mengucapkan kalimat
tadi? Dia tidak mengucapkan hal yang jelek! Maka ada seorang laki2 menjawab:
Saya tadi datang dengan nafas besar, lalu saya ucapkan kalimat tadi Nabi saw
berkata: Sungguh aku melihat 12 malaikat berebut untuk menyampaikan bacaan itu
(kehadirat ALLAH) (HR. Imam Muslim 735)
Pada perkembangannya Pujian adalah hanya nama
atau sebutan untuk sebuah amaliah ghiru mahdhoh di dalam memuji Allah SWT,
berdzikir, bersholawat, berdoa dan bermunajat atau menjadi sebuah metode
dakwah/nasehat yang sangat efektif. Hal ini terbukti dengan berhasilnya wali
songo menyebarkan agama islam di tanah air dengan metode pujian.
Di Indonesia secara historis, pujian tersebut
berasal dari pola dakwah para wali songo, yakni membuat daya tarik bagi
orang-orang di sekitar masjid yang belum mengenal ajaran shalat. Al-hamdulillah
dengan dilantunkannya pujian, sya’ir islami seadanya pada saat itu secara
berangsur/dikit demi sedikit, sebagian dari mereka mau berdatangan mengikuti
shalat berjamaah di masjid.
Biasanya pujian dilakukan antara adzan dan
iqomat. Tepatnya setelah sholat sunah qobliyah. Tujuannya adalah untuk menanti
kedatangan Imam dan jama’ah lainnya. Maka dari itu, pujian hanya dilakukan
ketika Imam belum datang. Jika Imam sudah datang, serta jamaah dirasa sudah tak
ada yang tertinggal maka tidak ada pujian. Pujian adalah untuk menunggu Imam dan jama’ah lainnya
dengan bersholawat yang bentuknya berupa syair. Menunggu Imam sebelum sholat hukumnya adalah
sunah menurut Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah sebagaimana yang dijelaskan
dalam Kitabul Fiqhi Ala Madzahibil Arba’ah, sebagai berikut:
يسن للمؤذن أن يجلس بين الأذان
والإقامة بقدر ما يحضر الملازمون للصلاة في المسجد
Artinya: “Bagi Muadzin disunahkan duduk
diantara adzan dan iqomah sekiranya orang-orang yang istiqomah sholat di masjid
datang.”(Kitabul Fiqhi Ala Madzahibil Arba’ah, Juz 1 hlm 294, cet. Darul Kutub
Al-Ilmiyah.)
Mengenai bacaan pujian para ulama’ tidak
menententukan bacaan pujian antara azan dan iqomah, yang penting pujian
tersebut berisi kalimat-kalimat thoyyibah. Diantara bacaan pujian tersebut
ialah :
1.
Bacaan kalimah toyyibah
2.
Zikir
3.
Sholawat Nabi
4.
Doa
5.
Dakwah
6.
Syiar Islam
7.
Nasehat Islami
Adapun syair-syair yang tidak mengandung
hal-hal diatas maka tidak boleh dijadikan sebagai syair pujian. Bahkan walau
dengan bahasa arab
B. DALIL-DALILNYA
Sebagaimana telah dipaparkan tentang defenisi
dan kandungan-kandungannya maka dalil-dalil dari isi kandungan dalam pujian
adalah sebagai berikut:
a.
Kalimah
Toyyibah
Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah
shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah
shodaqoh, mencegah kemungkaran adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang
di antara kamu (dengan istrinya) adalah shodaqoh.
عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله
عليه وسلم- قَالُوا لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ
أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا
نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ
جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً
وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ
صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى
بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا
شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى
حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى
الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
Dari Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka
mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami
berpuasa, dan mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka”. Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu
sesuatu untuk bershodaqaoh? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shodaqoh,
tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah shodaqoh, menyuruh
kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran adalah shodaqoh dan
persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shodaqoh “.
Mereka bertanya, “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami
memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi
syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi
syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim no.
2376)
b.
Dzikir kepada
Allah SWT
Dzikir adalah
perintah Allah SWT yang harus kita laksanakan setiap saat, dimanapun dan
kapanpun. Berzikir tidak terbatas hanya pada Lafadz ALLAH SWTsaja, tapi bisa
juga dengan sifat-sifat-Nya
Dalil
يا أيها الذين آمنوا اذكروا الله ذكراً
كثيراً وسبحوه بكرةً وأصيلاً هو الذي يصلي عليكم وملائكته ليخرجكم من الظلمات إلى النور
وكان بالمؤمنين رحيماً
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah
kepada-Nya diwaktu pagi & petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu &
malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada
orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzab: 41-43)
Allah Ta’ala berfirman:
واذكر ربك في نفسك تضرعاً وخفيه
“Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dlm
hatimu dgn merendahkan diri & rasa takut.” (QS. Al-A’raf: 205)
Dan Allah Ta’ala telah menjadikan zikir kepada Allah
merupakan sebab datangnya keberuntungan di dunia & di akhiart. Allah Ta’ala
berfirman:
واذكروا الله كثيراً لعلكم تفلحون
“Dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Anfal: 45)
Dan di antara bentuk keberuntungan tersebut adalah ampunan
& pahala yang berlimpah ruah dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
والذاكرين الله كثيراً والذاكرات أعد الله
لهم مغفرة وأجراً عظيماً
“Laki-laki & perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan utk mereka ampunan &
pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)
Bahkan keberuntungan yang terbesar dari zikir adalah Allah
Ta’ala akan balik mengingat diririnya. Dan siapa yang sudah diingat oleh Allah
Ta’ala niscaya Dia tak akan menelantarkannya. Allah Ta’ala berfirman:
فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون
“Karena itu, ingatlah kamu
kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, & bersyukurlah kepada-Ku,
& janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152)
c.
Sholawat Nabi
Dalil
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab: 56)
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab: 56)
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- menyatakan dalam Tafsirnya (3/528)
tentang ayat di atas (Al-Ahdzab:56),
“Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah mengabarkan kepada para
hamba-Nya mengenai kedudukan hamba dan nabi-Nya (Muhammad) di sisi-Nya di
hadapan penghuni alam atas (langit). Bahwa Dia memuji-mujinya di hadapan para
malaikat yang didekatkan dan bahwa para malaikat juga bershalawat kepada
beliau. Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan penghuni alam bawah (bumi) untuk
mengucapkan shalawat dan taslim kepada beliau, sehingga berkumpullah pujian
dari penghuni kedua alam -atas dan bawah- seluruhnya kepada beliau”
Dan Al-Imam Al-Bukhari berkata, “Abul Aliyah berkata,
“Shalawat Allah Ta’ala kepada beliau adalah pujian-Nya kepada beliau di hadapan
para malaikat. Adapun shalawat para malaikat (kepada beliau) adalah bermakna
doa (mereka untuk beliau).”
Serta hadits dari Shahabat Nabi Abu Hurairah radhiallahu
anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ عَشَرًا
“Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat untuknya 10 kali”. (HR. Muslim:
384)
Juga dari Shahabat Nabi Anas bin Malik radhiallahu anhu
dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
وَليلَةَ الْجُمُعَةِ, فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشَرًا.
“Perbanyaklah shalawat
kepadaku pada hari dan malam Jumat, karena barangsiapa yang bershalawat
kepadaku sekali maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali”. (HR. Al-Baihaqi
3/249 )
Juga dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia
berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ
رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِيْ حَتَّى أَرُدُّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ
“Tidak ada seorang pun yang
mengucapkan taslim kepadaku kecuali Allah akan mengembalikan rohku sehingga
saya bisa membalas taslimnya”. (HR. Abu Daud no. 2041, Ahmad: 2/527)
Juga dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia
berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ
يُصَلِّعَلَيَّ
“Kecelakaan atas seorang hamba
yang namaku disebut di sisinya lantas dia tidak bershalawat kepadaku”. (HR.
At-Tirmizi no. 3545)
d. Dakwah
Dalil
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى
الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran [3]: 104)
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ
آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ
الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran [3]: 110)
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ
أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S.
An-Nahl [16]:125)
وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آيَاتِ اللَّهِ بَعْدَ
إِذْ أُنزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Dan janganlah sekali-kali
mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah
ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu,
dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 87)
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk
kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 56)
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ
عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".”
(Q.S. Yusuf [12]: 108)
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ
الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ
اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah [9]: 71)
وَدَاعِياً إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً
مُّنِيراً
“dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan
izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 46)
e. Nasehat
Dalil
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan
nasihat menasihati supayamentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya
menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Asr:1-3)
Maka barang
siapa yang tidak ingin merugi di dunia maupun akhirat, hendaknya dia beriman
dan beramal shalih yaitu amalan yang dikerjakan dengan ikhlas dan sesuai dengan
apa yang diajarkan oleh Rasullullah n, serta saling nasihat menasihati dalam
menetapi kebenaran dan kesabaran.
Dalil kedua:
Rasulullah n bersabda:
“Agama itu
nasihat.” (HR. Muslim no. 55)
Dalil ketiga: Dari sahabat Jarir bin Abdullah radiallahu
anhu ia berkata:
Aku berbai’at (berjanji setia) kepada Rasulullah n untuk
mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan menasihati setiap muslim. (HR.
Bukhari no. 57)
f. Syiar Islam dalam rangka memakmurkan Masjid
إِنَّمَا
يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ
الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ
أَن يَكُونُواْ مِنَ المُهْتَدِينَ
Artinya: Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid
Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta
tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun)
selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk
golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (At-Taubah,18.)
g. Doa
Dalil
قَالَ اللهُ تَعَاَلىَ: وَقَالَ رَبُّكُمُ
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ
جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ . سورة المؤمن: 60
Artinya: Allah
Ta'aalaa berfirman: "Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan
hina-dina". (Surat Al-Mukmin: 60)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ
عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ. رواه ابن ماجه و الترمذي, و قال هذا حديث
حسن غريب
Artinya: Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari
Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Tidak ada sesuatu
yang lebih mulia di sisi Allah daripada do`a". (Hadits riwayat: Ibnu Majah
dan At-Tirmidziy
C. TANGGAPAN
ATAS BEBERAPA PERTANYAAN
Dengan berbagai
dalil yang telah begitu nyata menjadi sebuah keyakinan dalam menjalannya, maka
berdasarkan pengalaman penulis ada beberapa hal yang sering dipertanyakan:
1. Pujian Tidak Pernah dilakukan dimasa rosululloh SAW, maka
bila dilakukan adalah bid’ah.
Atas pernyataan
tersebut maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi, ada kalanya hanya melihat
dari segi penamaannya saja. Maka wajar karena penamaan pujian itu asli dari
Indonesia, padahal kalau melihat dan mengerti makna yang terkandung didalamnya
yang mengandung bacaan kalimat-kalimat toyibah, dzikir, sholawat, doa, nasehat
dan syiar dakwah maka tentunya banyak pernyataan yang berbalik yaitu: bagaimana
mungkin Rosululloh tidak melakukan dan mengajarkan kalimat tayibah, dzikir,
sholawat, doa, nasehat, syiar dan dakwah seperti apa yang terkandung dalam istilah
pujian, sebagaimana dalil-dalil yang telah penulis kemukakan diatas.
Tuduhan bidah
hanya dilakukan oleh mereka yang tidak mengerti dengan apa-apa yang terkandung
dalam pujian, dan hanya melihat dari segi istilah penamaanya saja, meskipun demikian
perlu penulis perlu paparkan beberapa makna bidah menurut para Ulama sbb
Ø Imam An-Nawawi berkata :
هِيَ إِحْدَاثُ مَا
لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
((Bid’ah adalah mengada-ngadakan sesuatu yang tidak ada
di masa Rasulullah)) (Tahdzibul Asma’ wal lugoot 3/22)
Atas defenisi bidah tsb maka terbantahkan,
karena ternyata dizaman Rosululloh SAW pujian sesudah adzan didalam masjid
sudah dilakukakan sebagaimana hadits dibawah
,إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ
ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ
لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا
هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Kemudian Satu Hadits yang artinya
“bahwa ada seorang laki2 datang lalu memasuki shaf
dengan nafas besar seraya mengucapkan: ALHAMDULILAAHI HAMDAN KATSIRAN THAYYIBAN
MUBARAKAN FIIHI ( Segala puji bagi ALLAH dengan puji yang tak terhingga, yang
baik dan penuh berkah ) Setelah Rasulullah saw selesai sholat beliau bertanya:
Mana orang yangmengucapkan kalimat tadi, Orang2 tidak menjawab, Rasulullah saw
bertanya lagi: Mana orang yang mengucapkan kalimat tadi? Dia tidak mengucapkan
hal yang jelek! Maka ada seorang laki2 menjawab: Saya tadi datang dengan nafas
besar, lalu saya ucapkan kalimat tadi Nabi saw berkata: Sungguh aku melihat 12
malaikat berebut untuk menyampaikan bacaan itu (kehadirat ALLAH)” (HR. Imam
Muslim 735)
Ø Imam Al-’Aini berkata :
هِيَ مَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أَصْلٌ فِي
الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَقِيْلَ: إِظْهَارُ شَيْءٍ لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ
اللهِ وَلاَ فِي زَمَنِ الصَّحَابَةِ
((Bid’ah adalah perkara yang
tidak ada asalnya dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dan dikatakan juga (bid’ah
adalah) menampakkan sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah dan tidak
ada juga di masa para sahabat))
(Umdatul Qori’ 25/37)
Atas pengertian
bid’ah diatas maka ternyata di zaman sahabat melantunkan syair-syair indah
didalam masjid sudah dilakukan sebagaimana hadist berikut:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُسَيِّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ بِحَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْشِدُ فِى الْمَسْجِدِ
فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ أَنْشَدْتُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ
الْتَفَتَ إِلَى أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ.
قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ. رواه أبو دادو والنسائي
Sementara isi
kandungan dalam pujian jelas-jelas bersumber dari al-qur’an dan sunnah
sebagaimana dalil2 diatas.
Ø Ibnu ‘Asaakir berkata :
مَا ابْتُدِعَ وَأُحْدِثَ مِنَ الأُمُوْرِ
حَسَناً كَانَ أَوْ قَبِيْحًا
((Bid’ah adalah perkara-perkara
yang baru dan diada-adakan baik yang baik maupun yang tercela)) (Tabyiinu
kadzibil muftari hal 97)
Atas pengertian bidah diatas maka sangat
semakin jelaslah muroatul ikhtilaf dari berbagai definisi bidah bahwa ternyata
ada bidah hasanah yang ahir-ahir ini banyak diingkari oleh beberapa sekte islam
di Indonesia
2.
Tentang waktu
pelaksanaannya, mengapa sering diantara adzan dan iqomah???
Atas pertanyaan
ini maka seolah-olah ada indikasi penghususan didalam waktu tertentu, padahal
pujian tidaklah dilakukan hanya dalam waktu tertentu, dirumah dan dimana saja
banyak orang yang membacakan pujian dalam berbagai bentuk syair yang indah
Adapun dalil dilakukan diantara azan dan iqomah adalah
hadits Nabi SAW sbb:
الدُّعَاءُ
بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ مُسْتَجَابٌ، فَادْعُوْا. رواه أبو يعلى
Artinya :
“Do’a
yang dibaca antara adzan dan iqamat itu mustajab (dikabulkan oleh Allah). Maka
berdo’alah kamu sekalian”. (HR. Abu Ya’la)
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ
وَالْإِقَامَةِ
“Tidak
akan ditolak doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah” [HR. Nasa’i dalam Amalul-Yaum
wal-Lailah no. 67-69, Ibnu Khuzaimah no. 425-427, dan At-Tirmidzi no. 3594;
shahih].
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ
ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ
لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا
هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kalian mendengar
mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu
bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku
sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10x. Kemudian mintalah pada
Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah
layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba
Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia
berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 875)
3.
Kenapa mesti dalam bentuk syair-syair?apakah
ada dalilnya?
Perlu diketahui, bahwa membaca dzikir dan
sya’ir di masjid atau mushalla merupakan suatu hal yang tidak dilarang oleh
agama. Pada zaman Rasulullah SAW. para sahabat juga membaca sya’ir di masjid.
Diriwayatkan dalam sebuat hadits :
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ
مَرَّ عُمَرُ بِحَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْشِدُ فِى الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ
إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ أَنْشَدْتُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ
الْتَفَتَ إِلَى أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ
الْقُدُسِ. قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ. رواه أبو دادو والنسائي
Artinya :
“Dari
Sa’id bin Musayyab ia berkata : suatu ketika Umar berjalan bertemu dengan
Hassan bin Tsabit yang sedang melantunkan sya’ir di masjid. Umar menegur
Hassan, namun Hassan menjawab : aku melantunkan sya’ir di masjid yang di
dalamnya ada seorang yang lebih mulia dari pada kamu, kemudian dia menoleh
kepada Abu Hurairah. Hassan melanjutkan perkataannya, Ya Allah, mudah-mudahan
Engkau menguatkannya dengan ruh al-qudus. Abu Hurairah menjawab : Ya Allah,
benar (aku telah mendengarnya)”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).
Salah besar bila ada yang berpendapat rosululloh SAW
melarang bersyair, beberpa ayat dlm al-Quran hanya memberikan bantahan bahwa
al-Quran bukanlah syair. Betapa Indahnya Syair karya Ibn Rowahah yang
dilantunkan Rosululloh SAW saat perang Khondaq sebagai berikut:
اللهم لولا أنت ما اهتدينا * ولا تصدقنا ولا صلينا
فأنزلن سكينة علينا * وثبت الأقدامنا إن لاقينا
والمشركون قد بغوا علينا * وإن أرادوا فتنة أبينا
(Nurul Yaqin Fi Siroti
Sayyidil Mirsalin, hlm 161, cet. Al-Hidayah, Surabaya)
Ada juga yang menggunakan kalam imam syafi’I untuk melarang bersyair tanpa
menjelaskan bentuk syair yang beliau larang. Namun yang jelas, Imam Syafi’I
tidak pernah melarang syair yang bentuknya pujian terhadap Rosululloh SAW dan
Ulama, serta syair nasihat. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya
syair-syair karya beliau dalam Diwan Imam Syafi’i.
Keberadaan syair karya Imam Syafi’I tersebut menunjukan bahwa beliau tidak
melarang semua syair. Beliau hanya melarang syair yang tidak memiliki faidah.
Dengan demikian kalam Imam Syafi’I tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk
melarang syair. Apalagi jika syair itu berupa sholawat dan pujian terhadap
Rosululloh SAW.
Untuk membuktikan bahwa Imam syafi’I tidak melarang syair, saya akan
nukilkan salah satu syair karya beliau, sebagi berikut:
أحب الصالحين ولست منهم * لعلي أن أنال بهم شفاعة
(Diwan Imam Syafi’I, Qofiyah ‘Ain, hlm 66)
Sehubungan dengan riwayat ini syaikh Isma’il Az-Zain dalam kitabnya
Irsyadul Mukminin menjelaskan : Boleh melantunkan sya’ir yang berisi
puji-pujian, nasehat, pelajaran tata karama dan ilmu yang bermanfaat di dalam
masjid.
Syaikh Muhammad Amin
Al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub hal 179 juga menjelaskan :
وَأَمَّا الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقِبَ اْلأَذَانِ فَقَدْ
صَرَّحَ اْلأَشْيَاخُ بِسُنِّيَّتِهِمَا، وَلاَ يَشُكُّ مُسْلِمٌ فِيْ أَنَّهُمَا
مِنْ أَكْبَرِ الْعِبَادَاتِ، وَالْجَهْرُ بِهِمَا وَكَوْنُهُمَا عَلَى مَنَارَةٍ
لاَ يُخْرِجُهُمَا عَنِ السُّنِّيَّةِ. إهـ
Artinya :
“Adapun
membaca shalawat dan salam atas Nabi SAW. setelah adzan (jawa : Pujian) para
masyayikh menjelaskan bahwa hal itu hukumnya sunat. Dan seorang muslim tidak
ragu bahwa membaca shalawat dan salam itu termasuk salah satu cabang ibadah
yang sangat besar. Adapun membacanya dengan suara keras dan di atas menara itu
pun tidak menyebabkan keluar dari hukum sunat”.
Para ulama memberikan penjelasan bahwa, pada hakikatnya
puji-pujian Setelah adzan adalah dalam
kategori bid’ah hasanah. Sedangkan pengamalan puji-pujian secara popular baru
mulai sekitar tahun 781 H, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abidin dalam
kitab “Hasiyah” yang merujuk pada pendapat Imam as-Sakhawi. Dalam
kitab “taj al-jami” ada dijelaskan bahwa :
اَلصَّلاَةُ بَعْدَ اْلاَذنِ سُنَّةٌ لِلسَّامِعِ
وَاْلمُؤَذّنُ وَلَوْ بِرَفْعِ الصَّوْتِ, وَعَلَيْهِ الشَّافِعِيَّة
وَاْلحَنَابِلَة وَهِيَ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ .
Artinya
: Membaca shalawat setelah adzan adalah sunah, baik bagi
orang yang adzan maupun orang yang mendengarkannya, dan boleh mengeraskan
suara. Pendapat inilah yang didukung oleh kalangan madzhab Syafi’iyah, dan
kalangan madzhab Hanbali.
4.
Mengeraskan suara
saat ber Pujian yang didalamnya terkandung zikir
Memang ada banyak hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan
bacaan dzikir, sebagaimana juga banyak sabda Nabi saw. yang menganjurkan
untuk berdzikir dengan suara yang pelan. Namun sebenarnya hadits itu
tidak bertentangan, karena masing-masing memiliki tempatnya sendiri-sendiri.
Yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Contoh hadits yang menganjurkan
untuk mengeraskan dzikir riwayat Ibnu Abbas berikut ini, "Aku
mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila
mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid.” (HR
Bukhari dan Muslim). Ibnu Adra’ berkata, "Pernah Saya berjalan
bersama Rasulullah saw. lalu bertemu dengan seorang laki-laki di Masjid
yang sedang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai
Rasulullah mungkin dia (melakukan itu) dalam keadaan riya'.
Rasulullah saw. menjawab, "Tidak, tapi dia sedang mencari
ketenangan." Hadits lainnya justru menjelaskan keutamaan
berdzikir secara pelan. Sa'd bin Malik meriwayatkan Rasulullah saw. bersabda,
"Keutamaan dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik rizki adalah
sesuatu yang mencukupi." Bagaimana menyikapi dua hadits yang
seakan-akan kontradiktif itu. berikut penjelasan Imam Nawawi
Imam Nawawi menkompromikan (al jam’u wat
taufiq) antara dua hadits yang mensunnahkan mengeraskan suara dzikir dan
hadist yang mensunnahkan memelankan suara dzikir tersebut, bahwa memelankan
dzikir itu lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya', mengganggu orang
yang shalat, dan mengeraskan dzikir lebih utama jika lebih banyak mendatangkan
manfaat seperti agar kumandang dzikir itu bisa sampai kepada orang yang ingin
mendengar, dapat mengingatkan hati orang yang lalai, terus merenungkan dan
menghayati dzikir, mengkonsentrasikan pendengaran jama’ah, menghilangkan
ngantuk serta menambah semangat." (Ruhul Bayan, Juz III: h. 306).
D. KESIMPULAN
Tak diragukan lagi bahwa
penyebutan nama pemujian kepada Alloh SWT dan Rasulullah saw; periwayatan
kehidupan dan keutamaan-keutamaan beliau saw yang diiringi dengan pembacaan
kalimah tayyibah, dzikir, shalawat dan salam sebagaimana uraian diatas adalah termasuk pendekatan diri dan ketaatan
kepada AllahSWT
Pujian merupakan salah satu
penguat iman, penambah cinta dan pengagungan kepada Alloh SWT dan Rasulullah
saw, baik bagi muadzin maupun kaum Mukminin yang mendengarkan. Di samping itu, hanya orang-orang yang
mendapat hidayah-Nya lah yang merasa terpanggil dan tergugah hatinya pada
syair-syair indah yang didalamnya terdapat pengagungan kepada Allah SWT dan
sholawat pada Rosul-Nya.KARENA HANYA ORANG YANG MENCINTAI SAJA YANG GEMAR
MEMUJI ATAS SEGALA KEAGUNGAN-NYA
Alasan apakah yang dimiliki orang itu sampai ia mengingkari amal yang
mulia ini: amal yang menghimpun berbagai faedah dan manfaat tersebut di atas
serta manfaat-manfaat lain yang dijanjikan Allah SWT kepada orang yang berpujian
dengan segala kandungan didalamnya.
hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Masud :
ﻣَﺎﺭَﺃﻩُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ ﺣَﺴَﻨﺎً ﻓَﻬُﻮَ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺣَﺴَﻦٌ
Artinya :
“ Segala
perbuatan yang dipandang baik oleh umat islam, maka perbuatan tersebut baik
disisi Allah SWT“
Cukuplah hendaknya menggetarkan hati hadits
berikut ini
قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ
لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
(صحيح البخاري)
Dan ahirnya hanya
Allah SWT yang maha mengetahui atas
kebanaran dari segala kebenaran, Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar