Kamis, 06 Februari 2014

Pujian Setelah Adzan Menurut IMAM FARIH

“PUJIAN” BA’DA ADZANAL MU’ADZIN
Oleh:
IMAM FARIH

قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

(صحيح البخاري)



A. Pengertian Pujian
Pujian bersal dari akar kata puji, kemudian diberi akhiran “an” yang artinya : pengakuan dan penghargaan dengan tulus atas kebaikan/ keunggulan sesuatu. Yang dimaksud dengan pujian di sini ialah serangkaian kata baik yang berbahasa Arab atau berbahasa Daerah yang berbentuk sya’ir berupa kalimat-kalimat yang isinya  memuji Allah SWT, berdzikir, do’a, shalawat, seruan atau nasehat yang dibaca pada saat di antara adzan dan iqamat.
Istilah pujian TERINSPIRASI dari hadits Nabi saw sbb: bahwa ada seorang laki2 datang lalu memasuki shaf dengan nafas besar seraya mengucapkan: ALHAMDULILAAHI HAMDAN KATSIRAN THAYYIBAN MUBARAKAN FIIHI ( Segala puji bagi ALLAH dengan puji yang tak terhingga, yang baik dan penuh berkah ) Setelah Rasulullah saw selesai sholat beliau bertanya: Mana orang yangmengucapkan kalimat tadi, Orang2 tidak menjawab, Rasulullah saw bertanya lagi: Mana orang yang mengucapkan kalimat tadi? Dia tidak mengucapkan hal yang jelek! Maka ada seorang laki2 menjawab: Saya tadi datang dengan nafas besar, lalu saya ucapkan kalimat tadi Nabi saw berkata: Sungguh aku melihat 12 malaikat berebut untuk menyampaikan bacaan itu (kehadirat ALLAH) (HR. Imam Muslim 735)
Pada perkembangannya Pujian adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah amaliah ghiru mahdhoh di dalam memuji Allah SWT, berdzikir, bersholawat, berdoa dan bermunajat atau menjadi sebuah metode dakwah/nasehat yang sangat efektif. Hal ini terbukti dengan berhasilnya wali songo menyebarkan agama islam di tanah air dengan metode pujian.
Di Indonesia secara historis, pujian tersebut berasal dari pola dakwah para wali songo, yakni membuat daya tarik bagi orang-orang di sekitar masjid yang belum mengenal ajaran shalat. Al-hamdulillah dengan dilantunkannya pujian, sya’ir islami seadanya pada saat itu secara berangsur/dikit demi sedikit, sebagian dari mereka mau berdatangan mengikuti shalat berjamaah di masjid.
Biasanya pujian dilakukan antara adzan dan iqomat. Tepatnya setelah sholat sunah qobliyah. Tujuannya adalah untuk menanti kedatangan Imam dan jama’ah lainnya. Maka dari itu, pujian hanya dilakukan ketika Imam belum datang. Jika Imam sudah datang, serta jamaah dirasa sudah tak ada yang tertinggal maka tidak ada pujian. Pujian adalah untuk menunggu Imam dan jama’ah lainnya dengan bersholawat yang bentuknya berupa syair. Menunggu Imam sebelum sholat hukumnya adalah sunah menurut Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah sebagaimana yang dijelaskan dalam Kitabul Fiqhi Ala Madzahibil Arba’ah, sebagai berikut:
يسن للمؤذن أن يجلس بين الأذان والإقامة بقدر ما يحضر الملازمون للصلاة في المسجد
Artinya: “Bagi Muadzin disunahkan duduk diantara adzan dan iqomah sekiranya orang-orang yang istiqomah sholat di masjid datang.”(Kitabul Fiqhi Ala Madzahibil Arba’ah, Juz 1 hlm 294, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyah.)
Mengenai bacaan pujian para ulama’ tidak menententukan bacaan pujian antara azan dan iqomah, yang penting pujian tersebut berisi kalimat-kalimat thoyyibah. Diantara bacaan pujian tersebut ialah :
1.  Bacaan kalimah toyyibah
2.  Zikir
3.  Sholawat Nabi
4.  Doa
5.  Dakwah
6.  Syiar Islam
7.  Nasehat Islami
Adapun syair-syair yang tidak mengandung hal-hal diatas maka tidak boleh dijadikan sebagai syair pujian. Bahkan walau dengan bahasa arab

B. DALIL-DALILNYA
Sebagaimana telah dipaparkan tentang defenisi dan kandungan-kandungannya maka dalil-dalil dari isi kandungan dalam pujian adalah sebagai berikut:
a.    Kalimah Toyyibah
Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shodaqoh.
عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالُوا لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka”. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershodaqaoh? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shodaqoh “. Mereka bertanya, “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”.  (HR. Muslim no. 2376)

b.    Dzikir kepada Allah SWT
Dzikir adalah perintah Allah SWT yang harus kita laksanakan setiap saat, dimanapun dan kapanpun. Berzikir tidak terbatas hanya pada Lafadz ALLAH SWTsaja, tapi bisa juga dengan sifat-sifat-Nya
Dalil
يا أيها الذين آمنوا اذكروا الله ذكراً كثيراً وسبحوه بكرةً وأصيلاً هو الذي يصلي عليكم وملائكته ليخرجكم من الظلمات إلى النور وكان بالمؤمنين رحيماً
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi & petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu & malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzab: 41-43)

Allah Ta’ala berfirman:
واذكر ربك في نفسك تضرعاً وخفيه
“Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dlm hatimu dgn merendahkan diri & rasa takut.” (QS. Al-A’raf: 205)

Dan Allah Ta’ala telah menjadikan zikir kepada Allah merupakan sebab datangnya keberuntungan di dunia & di akhiart. Allah Ta’ala berfirman:
واذكروا الله كثيراً لعلكم تفلحون
“Dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Anfal: 45)

Dan di antara bentuk keberuntungan tersebut adalah ampunan & pahala yang berlimpah ruah dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
والذاكرين الله كثيراً والذاكرات أعد الله لهم مغفرة وأجراً عظيماً
“Laki-laki & perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan utk mereka ampunan & pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Bahkan keberuntungan yang terbesar dari zikir adalah Allah Ta’ala akan balik mengingat diririnya. Dan siapa yang sudah diingat oleh Allah Ta’ala niscaya Dia tak akan menelantarkannya. Allah Ta’ala berfirman:
فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, & bersyukurlah kepada-Ku, & janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152)

c.    Sholawat Nabi
Dalil
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab: 56)

Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- menyatakan dalam Tafsirnya (3/528) tentang ayat di atas (Al-Ahdzab:56),
Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah mengabarkan kepada para hamba-Nya mengenai kedudukan hamba dan nabi-Nya (Muhammad) di sisi-Nya di hadapan penghuni alam atas (langit). Bahwa Dia memuji-mujinya di hadapan para malaikat yang didekatkan dan bahwa para malaikat juga bershalawat kepada beliau. Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan penghuni alam bawah (bumi) untuk mengucapkan shalawat dan taslim kepada beliau, sehingga berkumpullah pujian dari penghuni kedua alam -atas dan bawah- seluruhnya kepada beliau”

Dan Al-Imam Al-Bukhari berkata, “Abul Aliyah berkata, “Shalawat Allah Ta’ala kepada beliau adalah pujian-Nya kepada beliau di hadapan para malaikat. Adapun shalawat para malaikat (kepada beliau) adalah bermakna doa (mereka untuk beliau).”

Serta hadits dari Shahabat Nabi Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشَرًا
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat untuknya 10 kali”. (HR. Muslim: 384)

Juga dari Shahabat Nabi Anas bin Malik radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَليلَةَ الْجُمُعَةِ, فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشَرًا.
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari dan malam Jumat, karena barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali”. (HR. Al-Baihaqi 3/249 )

Juga dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِيْ حَتَّى أَرُدُّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ
“Tidak ada seorang pun yang mengucapkan taslim kepadaku kecuali Allah akan mengembalikan rohku sehingga saya bisa membalas taslimnya”. (HR. Abu Daud no. 2041, Ahmad: 2/527)

Juga dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّعَلَيَّ
“Kecelakaan atas seorang hamba yang namaku disebut di sisinya lantas dia tidak bershalawat kepadaku”. (HR. At-Tirmizi no. 3545)

d.    Dakwah
Dalil
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran [3]: 104)

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran [3]: 110)
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl [16]:125)

وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آيَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 87)

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 56)

قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".” (Q.S. Yusuf [12]: 108)

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah [9]: 71)

وَدَاعِياً إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً مُّنِيراً
“dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 46)

e.    Nasehat
Dalil
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supayamentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Asr:1-3)

Maka barang siapa yang tidak ingin merugi di dunia maupun akhirat, hendaknya dia beriman dan beramal shalih yaitu amalan yang dikerjakan dengan ikhlas dan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasullullah n, serta saling nasihat menasihati dalam menetapi kebenaran dan kesabaran.
Dalil kedua: Rasulullah n bersabda:
“Agama itu nasihat.” (HR. Muslim no. 55)

Dalil ketiga: Dari sahabat Jarir bin Abdullah radiallahu anhu ia berkata:
Aku berbai’at (berjanji setia) kepada Rasulullah n untuk mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan menasihati setiap muslim. (HR. Bukhari no. 57)

f.     Syiar Islam dalam rangka memakmurkan Masjid
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ المُهْتَدِينَ

Artinya: Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (At-Taubah,18.)
g.    Doa
Dalil
قَالَ اللهُ تَعَاَلىَ: وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ . سورة المؤمن: 60
Artinya: Allah Ta'aalaa berfirman: "Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina-dina". (Surat Al-Mukmin: 60)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ. رواه ابن ماجه و الترمذي, و قال هذا حديث حسن غريب
Artinya: Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah daripada do`a". (Hadits riwayat: Ibnu Majah dan At-Tirmidziy

C. TANGGAPAN ATAS BEBERAPA PERTANYAAN
Dengan berbagai dalil yang telah begitu nyata menjadi sebuah keyakinan dalam menjalannya, maka berdasarkan pengalaman penulis ada beberapa hal yang sering dipertanyakan:
1.    Pujian Tidak Pernah dilakukan dimasa rosululloh SAW, maka bila dilakukan adalah bid’ah.
Atas pernyataan tersebut maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi, ada kalanya hanya melihat dari segi penamaannya saja. Maka wajar karena penamaan pujian itu asli dari Indonesia, padahal kalau melihat dan mengerti makna yang terkandung didalamnya yang mengandung bacaan kalimat-kalimat toyibah, dzikir, sholawat, doa, nasehat dan syiar dakwah maka tentunya banyak pernyataan yang berbalik yaitu: bagaimana mungkin Rosululloh tidak melakukan dan mengajarkan kalimat tayibah, dzikir, sholawat, doa, nasehat, syiar dan dakwah  seperti apa yang terkandung dalam istilah pujian, sebagaimana dalil-dalil yang telah penulis kemukakan diatas.
Tuduhan bidah hanya dilakukan oleh mereka yang tidak mengerti dengan apa-apa yang terkandung dalam pujian, dan hanya melihat dari segi istilah penamaanya saja, meskipun demikian perlu penulis perlu paparkan beberapa makna bidah menurut para Ulama sbb
Ø  Imam An-Nawawi berkata :
هِيَ إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ

((Bid’ah adalah mengada-ngadakan sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah)) (Tahdzibul Asma’ wal lugoot 3/22)

Atas defenisi bidah tsb maka terbantahkan, karena ternyata dizaman Rosululloh SAW pujian sesudah adzan didalam masjid sudah dilakukakan sebagaimana hadits dibawah
,إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Kemudian Satu Hadits yang artinya
bahwa ada seorang laki2 datang lalu memasuki shaf dengan nafas besar seraya mengucapkan: ALHAMDULILAAHI HAMDAN KATSIRAN THAYYIBAN MUBARAKAN FIIHI ( Segala puji bagi ALLAH dengan puji yang tak terhingga, yang baik dan penuh berkah ) Setelah Rasulullah saw selesai sholat beliau bertanya: Mana orang yangmengucapkan kalimat tadi, Orang2 tidak menjawab, Rasulullah saw bertanya lagi: Mana orang yang mengucapkan kalimat tadi? Dia tidak mengucapkan hal yang jelek! Maka ada seorang laki2 menjawab: Saya tadi datang dengan nafas besar, lalu saya ucapkan kalimat tadi Nabi saw berkata: Sungguh aku melihat 12 malaikat berebut untuk menyampaikan bacaan itu (kehadirat ALLAH)” (HR. Imam Muslim 735)

Ø  Imam Al-’Aini berkata :
هِيَ مَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أَصْلٌ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَقِيْلَ: إِظْهَارُ شَيْءٍ لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ وَلاَ فِي زَمَنِ الصَّحَابَةِ
((Bid’ah adalah perkara yang tidak ada asalnya dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dan dikatakan juga (bid’ah adalah) menampakkan sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah dan tidak ada juga di masa para sahabat)) (Umdatul Qori’ 25/37)

Atas pengertian bid’ah diatas maka ternyata di zaman sahabat melantunkan syair-syair indah didalam masjid sudah dilakukan sebagaimana hadist berikut:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ بِحَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْشِدُ فِى الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ أَنْشَدْتُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ. قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ. رواه أبو دادو والنسائي

Sementara isi kandungan dalam pujian jelas-jelas bersumber dari al-qur’an dan sunnah sebagaimana dalil2 diatas. 

Ø  Ibnu ‘Asaakir berkata :

مَا ابْتُدِعَ وَأُحْدِثَ مِنَ الأُمُوْرِ حَسَناً كَانَ أَوْ قَبِيْحًا
((Bid’ah adalah perkara-perkara yang baru dan diada-adakan baik yang baik maupun yang tercela)) (Tabyiinu kadzibil muftari hal 97)

Atas pengertian bidah diatas maka sangat semakin jelaslah muroatul ikhtilaf dari berbagai definisi bidah bahwa ternyata ada bidah hasanah yang ahir-ahir ini banyak diingkari oleh beberapa sekte islam di Indonesia

2.    Tentang waktu pelaksanaannya, mengapa sering diantara adzan dan iqomah???
Atas pertanyaan ini maka seolah-olah ada indikasi penghususan didalam waktu tertentu, padahal pujian tidaklah dilakukan hanya dalam waktu tertentu, dirumah dan dimana saja banyak orang yang membacakan pujian dalam berbagai bentuk syair yang indah
Adapun dalil dilakukan diantara azan dan iqomah adalah hadits Nabi SAW sbb:
الدُّعَاءُ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ مُسْتَجَابٌ، فَادْعُوْا. رواه أبو يعلى
Artinya :
“Do’a yang dibaca antara adzan dan iqamat itu mustajab (dikabulkan oleh Allah). Maka berdo’alah kamu sekalian”. (HR. Abu Ya’la)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ

Tidak akan ditolak doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah [HR. Nasa’i dalam Amalul-Yaum wal-Lailah no. 67-69, Ibnu Khuzaimah no. 425-427, dan At-Tirmidzi no. 3594; shahih].

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10x. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 875)

3.    Kenapa mesti dalam bentuk syair-syair?apakah ada dalilnya?

Perlu diketahui, bahwa membaca dzikir dan sya’ir di masjid atau mushalla merupakan suatu hal yang tidak dilarang oleh agama. Pada zaman Rasulullah SAW. para sahabat juga membaca sya’ir di masjid. Diriwayatkan dalam sebuat hadits :

عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ بِحَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْشِدُ فِى الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ أَنْشَدْتُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ. قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ. رواه أبو دادو والنسائي
Artinya :
“Dari Sa’id bin Musayyab ia berkata : suatu ketika Umar berjalan bertemu dengan Hassan bin Tsabit yang sedang melantunkan sya’ir di masjid. Umar menegur Hassan, namun Hassan menjawab : aku melantunkan sya’ir di masjid yang di dalamnya ada seorang yang lebih mulia dari pada kamu, kemudian dia menoleh kepada Abu Hurairah. Hassan melanjutkan perkataannya, Ya Allah, mudah-mudahan Engkau menguatkannya dengan ruh al-qudus. Abu Hurairah menjawab : Ya Allah, benar (aku telah mendengarnya)”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).

Salah besar bila ada yang berpendapat rosululloh SAW melarang bersyair, beberpa ayat dlm al-Quran hanya memberikan bantahan bahwa al-Quran bukanlah syair. Betapa Indahnya Syair karya Ibn Rowahah yang dilantunkan Rosululloh SAW saat perang Khondaq sebagai berikut:

اللهم لولا أنت ما اهتدينا * ولا تصدقنا ولا صلينا
فأنزلن سكينة علينا * وثبت الأقدامنا إن لاقينا
والمشركون قد بغوا علينا * وإن أرادوا فتنة أبينا
(Nurul Yaqin Fi Siroti Sayyidil Mirsalin, hlm 161, cet. Al-Hidayah, Surabaya)

Ada juga yang menggunakan kalam imam syafi’I untuk melarang bersyair tanpa menjelaskan bentuk syair yang beliau larang. Namun yang jelas, Imam Syafi’I tidak pernah melarang syair yang bentuknya pujian terhadap Rosululloh SAW dan Ulama, serta syair nasihat. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya syair-syair karya beliau dalam Diwan Imam Syafi’i.

Keberadaan syair karya Imam Syafi’I tersebut menunjukan bahwa beliau tidak melarang semua syair. Beliau hanya melarang syair yang tidak memiliki faidah. Dengan demikian kalam Imam Syafi’I tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk melarang syair. Apalagi jika syair itu berupa sholawat dan pujian terhadap Rosululloh SAW.

Untuk membuktikan bahwa Imam syafi’I tidak melarang syair, saya akan nukilkan salah satu syair karya beliau, sebagi berikut:
أحب الصالحين ولست منهم * لعلي أن أنال بهم شفاعة
(Diwan Imam Syafi’I, Qofiyah ‘Ain, hlm 66)

Sehubungan dengan riwayat ini syaikh Isma’il Az-Zain dalam kitabnya Irsyadul Mukminin menjelaskan : Boleh melantunkan sya’ir yang berisi puji-pujian, nasehat, pelajaran tata karama dan ilmu yang bermanfaat di dalam masjid.
Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub hal 179 juga menjelaskan :

وَأَمَّا الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقِبَ اْلأَذَانِ فَقَدْ صَرَّحَ اْلأَشْيَاخُ بِسُنِّيَّتِهِمَا، وَلاَ يَشُكُّ مُسْلِمٌ فِيْ أَنَّهُمَا مِنْ أَكْبَرِ الْعِبَادَاتِ، وَالْجَهْرُ بِهِمَا وَكَوْنُهُمَا عَلَى مَنَارَةٍ لاَ يُخْرِجُهُمَا عَنِ السُّنِّيَّةِ. إهـ
Artinya :
“Adapun membaca shalawat dan salam atas Nabi SAW. setelah adzan (jawa : Pujian) para masyayikh menjelaskan bahwa hal itu hukumnya sunat. Dan seorang muslim tidak ragu bahwa membaca shalawat dan salam itu termasuk salah satu cabang ibadah yang sangat besar. Adapun membacanya dengan suara keras dan di atas menara itu pun tidak menyebabkan keluar dari hukum sunat”.

Para ulama memberikan penjelasan bahwa, pada hakikatnya puji-pujian  Setelah adzan adalah dalam kategori bid’ah hasanah. Sedangkan pengamalan puji-pujian secara popular baru mulai sekitar tahun 781 H, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abidin dalam kitab “Hasiyah” yang merujuk pada pendapat Imam as-Sakhawi. Dalam kitab “taj al-jami” ada dijelaskan bahwa :
اَلصَّلاَةُ بَعْدَ اْلاَذنِ سُنَّةٌ لِلسَّامِعِ وَاْلمُؤَذّنُ وَلَوْ بِرَفْعِ الصَّوْتِ, وَعَلَيْهِ الشَّافِعِيَّة وَاْلحَنَابِلَة وَهِيَ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ .
Artinya : Membaca shalawat setelah adzan adalah sunah, baik bagi orang yang adzan maupun orang yang mendengarkannya, dan boleh mengeraskan suara. Pendapat inilah yang didukung oleh kalangan madzhab Syafi’iyah, dan kalangan madzhab Hanbali.
4.    Mengeraskan suara saat ber Pujian yang didalamnya terkandung zikir
Memang ada banyak hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan bacaan dzikir, sebagaimana juga banyak sabda Nabi saw. yang menganjurkan untuk berdzikir dengan suara yang  pelan. Namun sebenarnya hadits itu tidak bertentangan, karena masing-masing memiliki tempatnya sendiri-sendiri. Yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Contoh hadits yang menganjurkan untuk mengeraskan dzikir riwayat Ibnu Abbas berikut ini,  "Aku mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid.” (HR Bukhari dan Muslim). Ibnu Adra’ berkata,  "Pernah Saya berjalan bersama Rasulullah saw. lalu bertemu dengan seorang laki-laki di Masjid yang sedang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai Rasulullah mungkin dia (melakukan itu) dalam keadaan riya'. Rasulullah saw. menjawab, "Tidak, tapi dia sedang mencari ketenangan." Hadits lainnya justru menjelaskan keutamaan berdzikir secara pelan. Sa'd bin Malik meriwayatkan Rasulullah saw. bersabda, "Keutamaan dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik rizki adalah sesuatu yang mencukupi." Bagaimana menyikapi dua hadits yang seakan-akan kontradiktif itu. berikut penjelasan Imam Nawawi

Imam Nawawi menkompromikan (al jam’u wat taufiq) antara dua hadits yang mensunnahkan mengeraskan suara dzikir dan hadist yang mensunnahkan memelankan suara dzikir tersebut, bahwa memelankan dzikir itu lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya', mengganggu orang yang shalat, dan mengeraskan dzikir lebih utama jika lebih banyak mendatangkan manfaat seperti agar kumandang dzikir itu bisa sampai kepada orang yang ingin mendengar, dapat mengingatkan hati orang yang lalai, terus merenungkan dan menghayati dzikir, mengkonsentrasikan pendengaran jama’ah, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat." (Ruhul Bayan, Juz III: h. 306).









D. KESIMPULAN

Tak diragukan lagi bahwa penyebutan nama pemujian kepada Alloh SWT dan Rasulullah saw; periwayatan kehidupan dan keutamaan-keutamaan beliau saw yang diiringi dengan pembacaan kalimah tayyibah, dzikir, shalawat dan salam sebagaimana uraian diatas  adalah termasuk pendekatan diri dan ketaatan kepada AllahSWT
            Pujian  merupakan salah satu penguat iman, penambah cinta dan pengagungan kepada Alloh SWT dan Rasulullah saw, baik bagi muadzin maupun kaum Mukminin yang mendengarkan.  Di samping itu, hanya orang-orang yang mendapat hidayah-Nya lah yang merasa terpanggil dan tergugah hatinya pada syair-syair indah yang didalamnya terdapat pengagungan kepada Allah SWT dan sholawat pada Rosul-Nya.KARENA HANYA ORANG YANG MENCINTAI SAJA YANG GEMAR MEMUJI ATAS SEGALA KEAGUNGAN-NYA
            Alasan apakah yang dimiliki orang itu sampai ia mengingkari amal yang mulia ini: amal yang menghimpun berbagai faedah dan manfaat tersebut di atas serta manfaat-manfaat lain yang dijanjikan Allah SWT kepada orang yang berpujian dengan segala kandungan didalamnya. 
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Masud :

ﻣَﺎﺭَﺃﻩُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ ﺣَﺴَﻨﺎً ﻓَﻬُﻮَ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺣَﺴَﻦٌ
Artinya :
Segala perbuatan yang dipandang baik oleh umat islam, maka perbuatan tersebut baik disisi Allah SWT“

  Cukuplah hendaknya menggetarkan hati hadits berikut ini

قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
(صحيح البخاري)

Dan ahirnya hanya Allah SWT yang maha mengetahui atas  kebanaran  dari segala kebenaran, Wallahua’lam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar